Bab Terdepan dan Paling Utama
Bismillah.
Saudaraku kaum muslimin yang dirahmati Allah. Salah satu pedoman yang sering dilalaikan oleh kebanyakan orang adalah perhatian kepada masalah tauhid dan akidah. Tauhid adalah mengesakan Allah dalam hal ibadah. Maksudnya, segala bentuk ibadah ditujukan hanya kepada Allah. Adapun akidah adalah perkara-perkara yang wajib diyakini oleh setiap muslim dan muslimah. Akidah merupakan pondasi amalan dan perbuatan. Dia laksana pondasi bagi sebuah gedung dan bangunan.
Apabila kita melihat dan memperhatian para ulama Islam di sepanjang masa, begitu jelas kedudukan tauhid dan nilai penting akidah ini bagi hidup dan perjuangan mereka. Karena tauhid inilah tujuan hidup kita sebagai manusia. Hamba Allah yang wajib mengabdi dengan tulus kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku” (QS. adz-Dzariyat: 56).
Beribadah kepada Allah tentu tidak terbatas dengan mengerjakan salat, puasa, zakat, sedekah, atau membaca al-Qur’an. Akan tetapi, ibadah ini sangat luas cakupannya meliputi segala perkara yang dicintai oleh Allah dan diridai oleh-Nya. Bentuknya berupa ucapan dan perbuatan, baik yang lahir maupun yang batin di dalam hati seorang insan. Ibadah kepada Allah berporos kepada kecintaan, takut, dan harapan. Perumpamaan poros ibadah seperti seekor burung bisa terbang apabila memiliki kedua sayap dan kepala. Tanpa ketiganya, burung itu tidak bisa terbang, bahkan binasa. Cinta bagaikan kepala, takut dan harap bagaikan kedua sayapnya. Inilah gambaran ibadah yang wajib untuk kita tunaikan.
Apabila kita mencermati berbagai kejadian di dalam kehidupan, kejadian berupa musibah dan bencana, nikmat dan karunia, kebaikan dan keburukan, kezaliman dan keadilan, kekayaan dan kemiskinan, sungguh kita akan melihat bahwa mereka yang dengan sukses melalui perjalanan hidup di alam dunia ini tidak lain adalah orang yang tunduk menghamba kepada Allah dengan penuh keikhlasan. Dia patuh kepada perintah dan larangan Allah. Dia mengikuti ajaran rasul-Nya. Dia beriman kepada kitab-Nya, dan menjadikan wahyu sebagai pemandu perjalanan hidupnya sepanjang hembusan nafas.
Allah Ta’ala berfirman,
لَّذِى خَلَقَ ٱلْمَوْتَ وَٱلْحَيَوٰةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا ۚ
“(Allah) Yang menciptakan kematian dan kehidupan dalam rangka menguji kalian; siapakah diantara kalian yang terbaik amalnya” (QS. al-Mulk: 2).
Allah Ta’ala berfirman,
فَمَن كَانَ يَرْجُوا۟ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَٰلِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدًۢا
“Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya, hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apapun” (QS. al-Kahfi: 110).
Allah Ta’ala berfirman,
فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّى هُدًى فَمَنِ ٱتَّبَعَ هُدَاىَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَىٰ
“Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya dia tidak akan teresat dan tidak pula celaka.” (QS. Thaha: 123).
Tauhid bagi seorang muslim jauh lebih penting daripada urusan makanan dan minuman. Ia lebih penting daripada sandang, pangan, dan papan. Ia lebih penting daripada listrik, air, dan udara sekali pun. Sebab tauhid inilah hakikat kehidupan insan dan kunci kebahagiaan hidup. Bukankah Allah menyebut orang kafir -walaupun di tangan mereka segala bentuk kesenangan dunia- sebagai orang yang mati dan orang-orang yang lebih sesat daripada binatang ternak?!
Maka sungguh mengherankan apabila ada di antara para pejuang kemuliaan Islam dan pembela kepentingan umat yang menyepelekan tauhid. Bahkan menganggap tauhid sebagai sumber perpecahan dan sebab kelemahan umat. Subhanallah, lalu di manakah keagungan dakwah tauhid para nabi dan rasul yang selalu menghiasi seruan kejayaan yang mereka sebarkan di sepanjang zaman? Allah Ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِى كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولًا أَنِ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَٱجْتَنِبُوا۟ ٱلطَّٰغُوتَ
“Dan sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul yang mengajak, ‘Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut’” (QS. an-Nahl: 36).
Tauhid inilah yang menjadi kunci surga. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan atas neraka untuk menyiksa orang yang mengucapkan laa ilaha illallah dengan ikhlas mencari wajah Allah” (HR. Bukhari dan Muslim).
Banyak orang yang salah paham. Mereka mengira bahwa dengan ucapan syahadat saja orang bisa selamat dari neraka. Padahal syahadat itu mengandung konsekuensi dan makna yang harus diwujudkan. Ia bukan sekedar ucapan tanpa pembuktian. Hasan al-Bashri Rahimahullah -seorang ulama tabiin- berkata, “Bukanlah iman itu dengan berangan-angan atau menghiasi penampilan. Akan tetapi, iman adalah apa yang bersemayam di dalam hati dan dibuktikan dengan amalan.”
Karena itulah para ulama ahlussunnah di sepanjang masa mengatakan bahwa iman itu mencakup ucapan dan amalan; ucapan hati dan ucapan lisan; amalan hati dan amalan anggota badan. Mereka menegaskan bahwa iman harus mencakup keyakinan hati, ucapan lisan, dan amalan dengan anggota badan. Iman bertambah dengan ketaatan dan berkurang akibat kemaksiatan.
Baca Juga: Sepuluh Kaidah Pemurnian Tauhid
Kalimat tauhid laa ilaha illallah mengandung dua rukun; (1) penolakan; dan (2) penetapan. Penolakan (atau penafian) diartikan menolak sesembahan selain Allah. Penetapan diartikan bahwa seluruh ibadah ditujukan hanya kepada Allah semata. Maksudnya, tidak ada yang berhak diibadahi -dengan segala macam bentuknya- selain Allah. Allah Ta’ala berfirman,
لِكَ بِأَنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِن دُونِهِۦ هُوَ ٱلْبَٰطِلُ
“Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah adalah (sesembahan) yang benar, sedangkan apa-apa yang mereka seru selain-Nya adalah batil.” (QS. al-Hajj : 62)
Ibadah -tercakup di dalamnya doa, meminta perlindungan (isti’adzah), meminta pertolongan saat tertimpa musibah (istighotsah), nazar, sembelihan, dan sebagainya- hanya boleh ditujukan kepada Allah. Apabila suatu ibadah ditujukan kepada Allah, tetapi disertai dengan ibadah kepada selain-Nya, maka itu merupakan syirik besar yang menjadi sebab pelakunya haram masuk surga. Allah Ta’ala berfirman,
وَأَنَّ ٱلْمَسَٰجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا۟ مَعَ ٱللَّهِ أَحَدًا
“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah milik Allah, maka janganlah kalian menyeru/beribadah bersama dengan Allah siapa pun” (QS. al-Jin: 18).
Syirik kepada Allah merupakan dosa besar yang paling besar. Syrik kepada Allah merupakan sebab kehinaan dan kesengsaraan bagi umat manusia. Akan tetapi, banyak sekali manusia yang terjerumus di dalamnya. Mereka mengira bahwa syirik itulah yang akan membuat hidupnya bahagia. Wal ‘iyadzu billah. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّهُۥ مَن يُشْرِكْ بِٱللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ ٱللَّهُ عَلَيْهِ ٱلْجَنَّةَ وَمَأْوَىٰهُ ٱلنَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّٰلِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ
“Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka benar-benar Allah haramkan atasnya surga dan tempat tinggalnya adalah neraka. Dan tidak ada bagi orang-orang zalim itu sedikit pun penolong.” (QS. al-Maidah: 72).
Itulah yang dilukiskan oleh Malik bin Dinar Rahimahullah dalam sebuah riwayat yang masyhur. Beliau berkata, “Para pemuja dunia telah keluar meninggalkan dunia dalam keadaan belum menikmati sesuatu yang paling baik atau lezat di dalamnya, yaitu mengenal Allah, mencintai-Nya, dan merasakan ketenangan dengan zikir dan ketaatan kepada-Nya.”
Oleh sebab itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kepada kita untuk berdoa di akhir salat dengan membaca doa, “Allahumma a’innii ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatika.” (Artinya: ya Allah, bantulah aku dalam berzikir kepada-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu). Sebagaimana disebutkan hadis dari Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu’anhu (HR. Abu Dawud dan Nasa’i, dinyatakan sahih Al-Albani dalam Sahih Abu Dawud).
Semoga tulisan singkat ini bermanfaat bagi kami dan segenap pembaca. Wallahul muwaffiq.
Baca Juga:
***
Referensi:
– Kitab at-Tauhid, Syaikh Muhammad at-Tamimi rahimahullah
– Hishnul Muslim, Dr. Sa’id al-Qahthani rahimahullah
– Mulakhosh Syarh Kitab Tauhid, Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah
Penulis: Ari Wahyudi
Artikel asli: https://muslim.or.id/70890-bab-terdepan-dan-paling-utama.html